Mr.Chu [Chapter 4]

1459525133534.jpg

Mr. Chu

by tyavi

|CANON|

[Soloist] Shannon Williams and [iKON] Jung Chanwoo

Other cast find it by yourself

Romance, Fluff, School life | Chaptered | PG-17 (for kissing)

Disclaimer : Terinspirasi dari manga, MV Shannon – Why Why, dan lirik lagu Mr. Chu – Apink. Selebihnya berasal dari imajinasi tyavi sendiri. Maaf bila ada kesamaan cerita yang tidak disengaja.

Warning : Disini tokoh sangat OOC atau Out Of Character, disesuaikan dengan pemikiran tyavi, terutama karakter Jung Chanwoo.

It’s not about the cast, it’s about the story.

Previous :

1 | 2 | 3

::

“Baiklah, aku mau menjadi pacar pura-puramu…tetapi dengan satu syarat

…cium aku sehari satu kali.”

::

.

.

.

Would you look at me and always kept

After the tears because you just hold me

It’s so anxious moment

Even if I do not believe

.

.

.

Kalut.

Satu kata itu yang dapat mendeskripsikan perasaanku. Oh, aku hanya dapat berharap kalau aku buta saja.

Dadaku…sesak.

Oh, Tuhan. Apa yang haru saja kulihat tadi?

Jung Chanwoo bergandengan tangan dengan gadis lain.

Aku…rasanya aku ingin marah. Tapi kemudian otakku berkata…

“Memang pantas?”

.

“Memang aku siapanya Chanwoo?”

.

“Pacar? Ayolah Shan, kau hanya berpura-pura!”

.

“Bahkan teman saja aku bukan.”

.

Ya Tuhan. Aku bahkan masih ingat senyum Chanwoo. Seorang Chanwoo tersenyum! Ingat itu, tersenyum. Ayolah, Chanwoo bahkan belum pernah benar-benar tersenyum padaku—tidak termasuk saat aku pertama kali bertemu dengannya, dia tidak sengaja tersenyum padaku waktu itu.

Sial, Jung Chanwoo! Kalau memang kau memiliki pacar, untuk apa memintaku berpura-pura pacaran denganmu?! Kau benar-benar mempermainkanku Chanwoo. Apa karena kau anak dari artis terkenal. Kau populer. Kau ingin melindungi pacarmu dari fans-fans gila itu dengan menjadikanku pacar pura-puramu. Yaeh, aku sadar. Kau tidak pernah membelaku saat aku dibully, eoh?

Damn!!!

Bodoh. Ani. Sejak awal kaulah yang bodoh Shannon Williams! Kenapa kau mau berpura-pura pacaran dengannya. Sudah tahu Chanwoo hanya mempermainkanmu. Harusnya kau benci dia. Jauhi dia. Bukannya mengambil kesempatan dengan menjadi pacar pura-puranya. Kalau begini…

salah siapa perasaanku jadi semakin dalam padanya?

Ugh…air mata sialan. Untuk apa aku menangisinya?!

Ya, Jung Chanwoo.

Apa semua perhatian itu benar-benar tidak ada artinya?

.

.

.

———- Mr.Chu chapter 4 ———-

.

.

.

“Shannon-ah~~~~~”

.

“Shannon~~~~~”

.

“Shannon Williams!”

.

Aku tersentak mendengar teriakkan Yein yang tiba-tiba itu. Saat aku menoleh, Yein sedang menatapku tajam. “Wae Yein-ah?”

“Kau mendengarku tidak sih?” ujar Yein sambil berkacak pinggang. Dari ekspresinya sepertinya dia kesal. Aku mengernyit. Aku tidak mendengar apapun sedari tadi.

Maka sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal, aku menjawab. “Umm…maaf Yein-ah, tadi kau bicara apa?”

Yein menurunkan tangannya dan mendesah pelan. “Dari tadi aku mengajakmu ke kantin Shannon-ah.”

Eoh. Kau duluan saja, Yein-ah. Aku tidak lapar.”

Bukannya menjawab, Yein malah terduduk lagi di kursinya. Dia menatapku khawatir. “Ada apa denganmu Shannon-ah? Kau melamun.”

“Kau juga aneh sejak kemarin. Tiba-tiba kau pulang begitu saja. Kau membuat kami hawatir, tahu!” tambahnya.

Aku tersenyum tipis menanggapinya. Memang, kemarin aku langsung pulang setelah melihat Chanwoo. Karena tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku sadar kalau aku tidak sopan. Dan bisa saja membuat mereka khawatir. Tapi aku tidak bisa menceritakan hal ini pada mereka. Mereka bahkan tidak tahu kalau aku hanya berpura-pura dengan Chanwoo.

“Nan gwenchana, Yein-ah. Kemarin…aku agak tidak enak badan saja. Maafkan aku ya,” ujarku dengan nada seceria mungkin. Yah, semoga saja bisa membuat Yein percaya.

Yein menghela nafas pelan. “Yasudah kalau memang seperti itu.” Aku menganggukkan kepala menanggapinya. Yein menepuk pelan lenganku, “kalau masih tidak enak badan ke ruang kesehatan saja. Nanti aku yang akan meminta izin pada Kang ssaem.” Aku mengagguk lagi.

“Kalau begitu aku ke kanti dulu ya.” Yein bangkit dari tempat duduknya.

“Neee~”

Aku masih memandangi punggung Yein sampai akhirnya menghilang dibalik pintu.

Fyuh~

Syukurlah Yein tidak bertanya macam-macam lagi. Kalau tidak, aku tidak tahu harus menjawab apa.

Ke ruang kesehatan? Sepertinya boleh juga. Kebetulan aku juga tidak focus memperhatikan pelajaran. Perasaanku dan pikiranku masih kacau.

.

.

.

Aku menuruni tangga dengan agak terhuyung. Kalau begini terus aku akan benar-benar sakit. Bodoh sekali kau, Shannon. Menyiksa dirimu sendiri hanya karena seseorang yang bahkan tak peduli padamu.

Cih.

Aku terus berjalan dengan kepala menunduk. Entah aku ini mau kemana. Setelah agak lama berjalan dan beberapa kali berbelok. Aku berhenti. Kemudian aku mengangkat kepalaku.

Ada apa denganmu, Shannon?

Koridor ini? Kenapa aku malah pergi ke arah gedung olahraga. Tanpa sadar kakiku melangkah saja ke sini. Entah kakiku atau hatiku yang menuntunku.

Tidak. Tidak seharusnya aku ke sini. Ini adalah jam makan siang. Jung Chanwoo pasti berada di sana.

.

Aku tidak mau bertemu Jung Chanwoo.

.

Tidak, untuk saat ini.

Aku berbalik 180 derajat—

.

Brukkk

.

Aku menabrak seseorang. Dari posturnya, sepertinya laki-laki. Aku hanya dapat berharap dewi Fortuna tidak berpihak padaku. Bukan Jung Chanwoo. Bukan Jung Chanwoo. Semoga bukan Jung Chanwoo.

Mi…an,” ujarku lirih dengan kepala masih menunduk dalam.

“Shannon.”

Sontak aku mengangkat wajahku.

“Junhoe?”

Iya, aku hafal suaranya. Koo Junhoe. Salah satu sunbae yang dekat denganku.

Menyadari jarak kami terlalu dekat, aku mundur beberapa langkah.

“Mianhae, June.” Aku biasa memanggilnya June, tidak ada lagi embel-embel ‘sunbae’ saat aku memanggilnya. Karena kami memang seakrab itu. Aku bahkan menanyakan tentang Chanwoo padanya, dulu. Bisa dibilang Junhoe satu-satunya sahabat laki-lakiku.

Junhoe tersenyum menanggapinya. “Hei, santai saja Shan. Kau ini seperti bicara pada siapa saja.”

Aku tersenyum tipis. “Omong-omong,” Junhoe melihat ke arah belakang tubuhku sebelum melanjutkan, “kau mau ke ruang olahraga? Mencari Chanwoo?”

“Ani,” jawabku cepat. Junhoe mengernyit, “lalu kau mau kemana?”

“Aku…”

Aku harus jawab apa?

Ah.

“…aku mau ke ruang kesehatan.”

Ekspresi Junhoe berubah khawatir. “Kau sakit?”

Aku mengibaskan tanganku, “ani, aku hanya tidak enak badan.”

“Itu sama saja pabo,” ujar Junhoe lalu menoyor pelan kepalaku. Aku meringis. Kata-kata ‘pabo’ akhirnya keluar dari mulut seorang Koo Junhoe.

“Ya. Apa sesakit itu?” tanya Junhoe. Mungkin karena melihat ekspresiku yang—entahlah aku juga tidak tahu.

Ani. Hanya saja…kau sudah mulai mengataiku ‘pabo’ lagi, eoh?” ujarku sambil menggembungkan pipiku, kesal. Junhoe malah terbahak melihatnya.

“Kalau seperti ini aku baru percaya kau tidak sakit.”

“Ya ish!”

Dan dia tertawa lagi. Aku hanya diam dan menatapnya jengkel. Biarkan saja sampai dia kehabisan nafas karena menertawaiku!

“Sudah puas tertawanya?” tanyaku dengan nada mencibir,

“Hahaha…okay…okay…” Junhoe memegangi perutnya. “Kajja, kuantar kau ke ruang kesehatan.”

“Kau antar?”

Wae? Kau lupa, kita sudah lama tidak mengobrol, Shan.”

Benar juga sih. Kapan terakhir kali aku mengobrol seperti ini dengan Junhoe? Sepertinya sudah lama sekali. Apalagi dia tidak seperti sahabat-sahabat perempuanku. Kami selalu berkumpul, meski hanya saat makan siang atau selepas pulang sekolah.

Kajja!” ujar Junhoe sambil merangkulku.

Kami berjalan beriringan di sepanjang koridor taman belakang. Kami sengaja lewat sini karena tidak terlalu ramai. Aku dan Junhoe mengobrol panjang lebar, mulai dari kegiatan klub sampai tugas sekolah. Sesekali aku tertawa melihat tingkah konyolnya. Itulah Koo Junhoe. Aku hampir tidak ingat bagaimana kami bisa seakrab ini. Mungkin karena sifatnya yang easy going, atau juga tidak. Entahlah, yang jelas menyenangkan dapat mengobrol dengan Junhoe. Entah takdir atau apa, kebetulan Junhoe juga dekat Chanwoo. Dari dia lah aku mengetahui tentang Chanwoo, tidak segalanya sih. Karena aku tidak pernah benar-benar secara terang-terangan bertanya tentang Chanwoo.

Chanwoo.

Bayangan tentang kejadian kemarin kembali melintas di pikiranku. Siapa gadis itu? Siapanya Chanwoo?

Tunggu.

.

Junhoe-dekat-dengan-Chanwoo.

.

Apa Junhoe tahu segalanya tentang Chanwoo?

.

Aku menoleh pada Junhoe. Dia memejamkan matanya, membiarkan angin musim panas menerbangkan rambutnya. Memanjakan indera penciumannya dengan wangi bunga-bunga di taman. Kulemparkan pandanganku pada hamparan bunga matahari. Angin musim panas juga memainkan surai cokelatku. Aku menghirup oksigen dalam-dalam.

“June…”

.

.

“…apa Chanwoo memiliki pacar?”

.

.

Aku masih terus melangkah. Hening menyapaku. Tak ada tanggapan. Kendati kemudian aku menoleh dan tak mendapatkan Junhoe berdiri di sampingku. Aku berhenti melangkah dan berbalik. Beberapa langkah di belakangku. Disana Junhoe berdiri menatapku tajam.

“Apa maksudmu?”

Ah, apa yang baru saja kau katakan Shannon!

“June…ani…itu…maksudku…”

“Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi, Shan!”

Aku bungkam. Bagaimana bisa aku kelepasan bicara seperti itu.

“Bukankah kau pacarnya Chanwoo? Kenapa kau bertanya seperti itu. Inikah sebabnya kau seperti ini?”

Dan aku tidak pernah bisa berbohong pada seorang Koo Junhoe.

.

.

.

“Ya Tuhan, Shannon Williams! Apa yang kau pikirkan, hah?” Junhoe menjambak rambutnya frustasi. Dia terkejut, itu wajar. Aku baru saja menceritakan semuanya. Semuanya.

“Kalian gila!”

Aku hanya diam, tidak tahu mau menjawab apa.

“Kenapa kau tidak memberitahuku?” Aku menatap Junhoe sendu. Kemudian mengela nafas perlahan.

Untuk saat ini, hanya Junhoe yang mengetahui aku dan Chanwoo hanya berpura-pura.

***

Author POV

Chogiyo…”

Shannon dan Junhoe menoleh. Sontak mata Shannon melebar melihat siapa orang yang bersuara tadi. Disana, di dekat gerbang sekolah, berdiri seorang gadis bertubuh ramping dengan surai ikal kecoklatan terurai. Memang, kalau melewati taman mereka pasti akan melewati gerbang sekolah pula. Tapi bukan itu masalahnya. Gadis itu…adalah gadis yang dilihatnya kemarin.

Shannon ragu hendak menghampiri gadis itu atau tidak. Tapi akhirnya dia berjalan juga mendekati gerbang. Dan Junhoe mengikutinya.

“Ah, Eonnie. Apakah Eonnie mengenal Jung Chanwoo.” Sadar Shannon acuh pada panggilannya, gadis itu berbicara pada Shannon.

Mau menyangkal seperti apalagi? Mau berkilah seperti apalagi? Shannon telah mendengar nama itu dengan telinganya sendiri, dan keluar dari bibir gadis itu sendiri. Tidak salah lagi, gadis ini adalah gadis yang bergandengan dengan Chanwoo kemarin. Tanpa Shannon sadari, Junhoe dapat menangkap reaksinya terhadap gadis itu. Diam-diam Junhoe mengerti.

Shannon mengangguk pelan sebagai jawaban. Gadis itu tersenyum senang dan mengulurkan sebuah tas kertas berwarna cokelat muda. Shannon menerima tas kertas yang disodorkan gadis itu. “Hanya ini saja ‘kan?”

“Ah, ne. Bisa Eonnie berikan padanya?” Shannon mengangguk lagi.

“Katakan saja ini dari—

“Akan kusampaikan padanya,” ujar Shannon menyela. Dia ingin secepatnya pergi dari sana. Tidak ada yang tahu bahwa dia sedang menahan air mata dan luapan emosinya sendiri, atau mungkin Junhoe?

“Ah, ne. Kamsahamida Eonnie.”

Shannon tersenyum tipis yang agak dipaksakan. Ayolah, siapapun tidak akan bersikap biasa di situasi seperti ini. Setelah itu dia segera berbalik dan pergi. Junhoe masih sempat mendengar helaan nafas berat Shannon.

Atensinya berpindah pada gadis yang hendak pergi itu.

Neo.”

Pemuda yang sedari tadi menonton dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya itu melangkah maju.

Yeh?” ujar gadis itu bingung.

Junhoe mengeluarkan kedua tangannya dari saku dan melipatnya di depan dada. Dia mendesah pelan. “Gadis itu, adalah pacarnya Jung Chanwoo.”

Mata gadis itu membulat mendengar perkataan Junhoe. Bibir merekahnya sedikit terbuka hendak melontarkan tanggapan, namun Junhoe sudah lebih dulu menyela.

“Jadi jaga sikapmu jika sedang berada disini. Kau bukan murid sini ‘kan?”

***

“Satu…dua…”

“Shannon-ah…”

“Tiga…empat…”

“Shannon…”

“Lima…enam…”

“YA! TAEHYUNG SUNBAE DIAMLAH!!”

M-mwo?! Ya, Jeong Yein! Neo—” Taehyung tidak melanjutkan kata-katanya karena dia sudah lebih dulu digiring oleh Chanwoo dan anggota laki-laki lainnya ke pinggir lapangan.

Tinggallah Yein yang sedari tadi berusaha menghentikan Shannon latihan. “Shannon Williams, kau yakin akan tetap latihan tenis?” tanyanya dengan raut wajah sangat khawatir. Tapi yang bersangkutan masih terus sit up dengan tatapan kosong.

“Ya! Lihat tampangmu! Kau sudah seperti mayat hidup saja!”

“Kau lupa? Kau belum makan, pabo!”

“Kubilang berhenti atau— ” Chanwoo yang sudah berdiri di dekat mereka mengisyaratkan Yein untuk berhenti. Dengan terpaksa Yein pergi meninggalkan mereka berdua. Chanwoo berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan posisi Shannon.

“Hei, ayo kuantar kau pulang.”

“Hah? Aku—Ack!” Shannon sempat tidak terima. Tapi akhirnya dia bangkit juga dan berjalan dengan menghentak-hentakkan kaki ke arah ruang ganti. Chanwoo memperhatikan Shannon, heran dengan tingkahnya yang berbeda hari ini. Tadi gadis itu tiba-tiba saja ke kelasnya, melemparkan sebuah tas kertas berwarna cokelat. Kemudian pergi lagi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

***

“Aku tidak mau naik bis.” Itu yang dikatakan Shannon saat mereka sampai di halte dekat sekolah. Chanwoo mengernyit. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Shannon kembali berjalan.

Shannon memang berjalan dengan cepat. Namun tungkai kaki Chanwoo yang lebih panjang mampu menyamai langkahnya. “Hah? Kenapa?” tanya Chanwoo bingung.

“Aku…aku tidak punya uang,” Shannon menjawab asal. Mustahil kalau dia tidak memiliki uang. Shannon selalu membawa dompetnya kemana pun dia pergi.

“Lalu, memangnya kau mau pulang dengan apa?”

“Jalan kaki.”

“Hah?”

Wae? Kau keberatan? Aku juga tidak memintamu mengantarkanku.”

Chanwoo mendesah pelan. “Terserahlah.” Setelah itu Chanwoo berjalan mendahului Shannon. Lelah menanggapi sifat ‘tidak biasa’ Shannon hari ini. Jalan kaki sampai rumah? Gadis itu sudah gila?

Shannon memandangi punggung pemuda di hadapannya kesal. ‘Menyebalkan! Kau bahkan tidak menggandengku’ batin Shannon.

“Kau menyebalkan.” Tanpa sadar kata-kata yang ada dipikirannya terlontar begitu saja.

Yah, menyebalkan. Bagaimana bisa dia bergandengan dengan gadis itu. Shannon, sekalipun belum pernah menyentuh tangan Chanwoo. Wajah Shannon memanas dan air mata mengalir dari pelupuk matanya. Lama-lama tangisannya berubah menjadi isakkan.

Menyadari tidak ada langkah kaki di belakangnya, Chanwoo menoleh. “Ya! Katamu kau mau pul—

.

“Hei kau menangis?”

“Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Aku benci padamu Jung Chanwoo!!”

Chanwoo berjalan mendekati Shannon. “Hei! Berhenti menangis! Orang-orang pasti akan mengira aku berbuat jahat padamu.” Pemuda itu mulai merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang yang mulai memperhatikan mereka.

“Kau memang jahat!”

Anio, bukan aku…bukan aku,” ujar Chanwoo pada setiap pejalan kaki yang memperhatikan mereka. Ada segerombolan gadis yang berkasak-kusuk sambil melihat ke arah mereka. Bahkan Ahjumma yang berdiri di seberang juga mulai memperhatikan mereka.

NEO NAPPEUN NAMJA!!!”

“Ya!!” Chanwoo mulai geram dengan tingkah Shannon. Dia membungkukkan tubuhnya hendak membungkam Shannon dengan bibirnya—

“JANGAN CIUM AKU!”

“Shannon Williams!!”

“Kau selalu saja tidak menganggap serius, kau selalu mempermainkanku…” ujar Shannon sambil terisak.

“…sial kenapa aku menyukai orang sepertimu sih…”

Namun Chanwoo masih dapat mendengarnya dengan jelas.

Karena di detik selanjutnya, yang dilakukan Chanwoo adalah menarik tubuh mungil Shannon ke dalam pelukannya. Shannon membelalak tak percaya mendapat tindakan seperti itu dari Chaanwoo.

“Aku minta maaf, apa pun itu aku minta maaf.” Chanwoo mendekapnya sangat erat sampai kata-katanya terdengar jelas di telinga Shannon, “Sekarang berhentilah menangis, Shannon.”

Shannon membalas pelukan Chanwoo. Dia juga membenamkan wajahnya pada dada bidang Chanwoo. menghirup aroma Chanwoo—yang baru pertama kali dihirupnya itu—banyak-banyak. Pelukan mereka terlalu erat sampai-sampai Shannon takut Chanwoo dapat mendengar detak jantungnya.Untuk pertama kalinya. Untuk pertama kalinya Chanwoo memanggil gadis itu ‘Shannon’. Untuk pertama kali pula Chanwoo memeluknya.

“Sekali lagi,” Chanwoo berbisik di telinganya. Membuat Shannon sedikit geli karena hidung bangir pemuda itu menyentuh daun telinganya.

“Hah?”

“Yang sebelumnya kau katakan. Katakan sekali lagi.”

.

“Ini pertama kalinya aku mendengar kata ‘suka’ darimu.”

Author POV end

***

“AAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!”

Ya! Neo micheossoh?!”

Aigo~ Yein-ah… aigoo~”

.

.

.

.

.

“Yang sebelumnya kau katakan. Katakan sekali lagi.”

.

“Ini pertama kalinya aku mendengar kata ‘suka’ darimu.”

.

Mwo?! Asdfghjkl@#$%^&*

JUNG CHANWOO! KAU MAU MEMBUNUHKU, EOH???!!!

Dipeluk begini saja sudah membuatku nyaris pingsan dan aku merasa tidak lagi berpijak pada tanah. Oh, apa aku terbang? Aih.

Lagipula…mulutku ini, sembarangan saja bicara. Sudah tahu Chanwoo memiliki sifat lain yaitu…iseng.

“Aku hitung dalam 5 detik! Satu.”

Mwo?!

“Dua.”

“A-aku…”

“Tiga.”

“Su…”

“Empat.”

“A-aku…su…su…suk”.

“Lim

.

.

.

Krruuucuuukkkk

.

“Hei, kau dengar tidak?”

PABO! SHANNON PABOOOO!!!

“Apa sebentar lagi akan turun hujan?”

M-mwo?!

“I-itu suara perutku Chan!”

Chanwoo mengendurkan pelukannya dan menatapku. “Suara perutmu? Kau lapar?”

Aku mengalihkan pandanganku. Ugh, wajahku memanas. Pasti sekarang pipiku sudah seperti kepiting rebus. “I-iya. Aku belum makan siang.”

Sial, Chanwoo pasti akan mengerjaiku lagi.

“Haaahh…aku juga lapar. Sepertinya tteokbokki itu enak.” Chanwoo melepaskan pelukannya dan menunjuk ahjumma-ahjumma penjual tteokbokki yang sedari tadi memperhatikan kami. Aku malu memandang ahjumma yang terkejut karena ditunjuk Chanwoo.

Namun yang terjadi selanjutnya lebih membuatku malu lagi—ralat,membuatku lebih senang lagi. Karena Chanwoo menggandeng tanganku. Tanganku terlihat sangat kecil di dalam genggaman tangan besar Chanwoo. Rasanya aku ingin menangis sekarang. Aku tak henti-hentinya memandangi tanganku yang digenggam Chanwoo. Oh, seperti inikah rasanya?

Chanwoo menggoyangkan tautan tangan kami. “Kajja, sebelum petir itu terdengar lagi.”

“JUNG CHANWOO!”

.

.

.

.

.

“SUKA! SUKA! SUKA!!”

“Ya! Shannon berisik!!”

Andai aku memiliki keberanian, seribu kalipun akan kukatakan. Aku menyukaimu Jung Chanwoo.

***

Bel waktunya pulang baru saja berbunyi. Aku dan Yein yang sudah membereskan barang-barang kami, menyelempangkan ransel kami. Rencana aku akan mengantar Yein sampai halte hari ini. Kasihan Yein selalu pulang sendirian. Hitung-hitung membunuh waktu sembari menunggu Chanwoo.

Seperti biasa kami mengobrol dan bercanda sepanjang perjalan. Saat sampai di halte, tak sampai 5 menit bis tujuan Yein datang. Kemudian kami berpisah. Tiba-tiba ponselku bergetar. Pesan singkat dari Chanwoo terpampang di layar. Rupanya Chanwoo sudah menungguku di depan gerbang. Aku baru saja akan mengetikkan balasan untuk Chanwoo saat sebuah mobil hitam menepi di dekatku. Aku tidak menaruh curiga karena aku sedang berdiri di halte. Bisa saja itu hanya orang yang mau turun di halte ‘kan?

Tapi kemudian dua pria bertubuh tinggi dibalut jas hitam keluar dari dalam mobil itu dan menghampiriku. Aku mengurungkan niatku untuk membalas pesan Chanwoo dan menyimpan kembali ponselku ke dalam saku rok seragamku. Mereka tampak saling berpandangan sebelum akhirnya salah satu pria yang kulitnya lebih cokelat berbicara.

“Excuse me, are you Shannon Williams?”

Aku tersenyum kecil. They think I’m a foreigner.

Ne, jeoneun Shannon Williams. Waeyo?” Aku sengaja menjawab menggunakan bahasa Korea untuk menunjukkan pada mereka kalau aku bisa berbahasa korea.

Raut kelegaan tampak di wajah mereka. Mungkin mereka sempat berpikir aku tidak mengerti bahasa Korea. “Bisa nona ikut kami sekarang?” ujar pria satunya yang berkulit lebih pucat.

Aku mengernyit. Perasaan was-was mulai menderaku. “Ikut? Ikut untuk apa?”

“Ini penting. Nanti nona juga akan tahu kalau sudah sampai di sana. Kami hanya menjalankan perintah.”

“Tapi aku tidak diculik ‘kan?”

Mereka tersenyum ramah, “Tentu saja tidak, nona Williams.” Mereka terlihat seperti bodyguard, tapi mereka lumayan bersahabat.

“Baiklah,” ujarku sambil balas tersenyum pada mereka. Mereka tersenyum sumringah dan membukakan salah satu pintu penumpang untukku. “Silahkan, nona.”

“Kamsahamida.”

Sepertinya aku harus mengirim pesan pada Chanwoo kalau aku tidak bisa pulang bersamanya.

***

Setelah kurang lebih 15 menit. Mobil ini berhenti di halaman luas sebuah rumah bergaya minimalis namun terlihat besar. Aku masih memperhatikan pemandangan asing itu sampai salah satu bodyguard tadi membukakan pintu untukku.

“Rumah siapa ini?”

“Silahkan, nona masuk saja. Nona sudah ditunggu di dalam.”

“Ditunggu? Oleh siapa?”

Belum sempat aku mendapat jawaban dari bodyguard itu, seorang ahjumma yang sepertinya adalah seorang asisten rumah tangga itu menghampiriku dan menuntunku masuk. Netraku langsung disambut oleh pemandangan ruang tamu yang amat luas dengan aksen cokelat tua. Terlihat klasik, berbeda sekali dengan tampilan bagian depan rumah yang bergaya minimalis. Aku masih asyik mengamati perabod-perabot klasik itu sampai sebuah suara wanita menyambutku. “Selamat datang di rumahku, Shannon Williams.”

Aku menoleh. Mataku membulat sempurna mendapati seorang wanita cantik berdiri tak jauh dariku. Wanita itu mengenakan dress berwarna salem, dengan rambut cokelat bergelombang yang diurai. Simple but elegant. Tapi bukan itu yang membuatku terkejut, melainkan fakta bahwa wanita yang kini tengah tersenyum padaku ini tidak asing. Dia adalah Bae Joohyun, sorang model dan aktris terkenal.

Dan juga Eomma-nya Jung Chanwoo.

Jadi aku berada di rumah Chanwoo?

N-ne, kamsahamida.” Aku membungkukkan tubuhku. “Terimakasih telah mengundangku tidak, terimakasih sampai menjemputku.” Aku membungkukkan badanku lagi.

Lalu apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan lagi? Berpikir Shannon! Berpikir!

“M-maaf aku tidak membawa apa-apa. Karena tiba-tiba sajaani, aku tidak tahu kalau akan dibawa ke sini.”

Eomma Chanwoo tersenyum. “Tidak apa-apa, Shannon-ssi. Maaf kalau aku mengejutkanmuah, aku hampir lupa. Aku akan mengenalkanmu dengan seseorang!”

Seseorang? Nugu?

“Hajin-ah! Turun sayang! Tamunya sudah datang.” Tak lama setelah teriakan Eomma Chanwoo, muncul seorang gadis menuruni tangga. Dari jauh aku masih belum dapat melihat jelas siapa gadi itu. Namun saat gadis itu sudah ada dia anak tangga ke 10 dari bawah, barulah aku dapat mengenalinya. Dia adalah gadis yang kemarin bertemu denganku. Gadis yang sama dengan gadis yang kulihat tempo hari bersama Chanwoo. Seketika perasaanku menjadi tidak enak.

Ada apa ini.

Eomma-nya Chanwoo tiba-tiba saja menyuruh orang untuk membawaku ke rumahnya. Sedangkan…darimana dia tahu tentang aku. Ah, kau bodoh ,Shannon. Bae Joohyun adalah model terkenal. Dia pasti sangat kaya, lihat saja bodyguard nyadan jangan lupakan rumah besar ini. Dia pasti mengamati segala kegiatan Chanwoo, termasuk saat Chanwoo memiliki pacar. Dia pasti akan mencari tahu segala tentang pacar anak sulungnya itu. Dan gadis itu, bisa saja dia adalah pacar Chanwoo. Atau mungkin dijodohkan. Iya, yang itu berpeluang lebih besar. Chanwoo dijodohkan lalu Eomma-nya tahu dia memiliki pacar. Maka dia mencaritahu segala tentang pacar Chanwoo. Membawanya ke rumah, kemudian dikenalkan dengan gadis yang dijodohkan dengan Chanwoo.Agar Chanwoo dan pacarnya itu putus.

What?

The?

Apa yang baru saja kupikirkan? Apakah benar seperti itu?

“Shannon-ssi…

.

“Shannon-ssi…

.

“Shannon-sii!”

“Ah, n-ne?”

Eomma Chanwoo tersenyum lagi. “Kau melamun? Apa kau lelah? Aku baru saja akan mengenalkan anakku, Hajin padamu.”

Anio, aku hanya

Eh?

Anak?

Gadis cantik dihadapanku ini membungkukkan badannya. “Annyeonghaseyo Eonnie.” Dia tersenyum manis. “Perkenalkan, namaku Jung Hajin, Eonnie. Aku adalah adiknya Chanwoo oppa. Bangabta!”

Blank! Itulah yang terjadi padaku. Bagaimana bisa…Selama ini kukira…

Geunde, Hajin-ssi…kukira kau pa

Eomma, aku lelah dikira pacar Chanwoo oppa terus!” seru Hajin sebelum aku sempat menyelesaikan ucapanku.

Eomma Chanwoo mengelus pelan surai cokelat Hajin. “Iya…iya sayang. Sebentar lagi akan terbit artikel mengenai profil lengkap keluarga kita. Sekaligus untuk menyambut debutmu di dunia modeling.”

“Nah, Eonnie. Eonnie tidak perlu khawatir, okay ?” ujar Hajin lalu mengedipkan sebelah matanya.

Sebenarnya-apa-maksudnya-itu?

“Nah, bagaimana kalau kita mengobrol sambil minum teh. Eomma sangat senang, bagaimana pun ini adalah pertama kalinya,” ujar Eomma Chanwoo lalu berjalan lebih dulu ke arah dapur.

Aku mengernyit. Kemudian aku beringsut mendekati Hajin dan berbisik, “Pertama kali? Pertama kali apa?”

“Pertama kalinya Chanwoo oppa punya pacar,” ujar Hajin balas berbisik kemudian gadis itu terbahak.

.

Chanwoo…

Baru…

Pertama…

Kali…

Punya…

Pacar?

.

“Hajin sayang!” terdengar teriakkan Eomma Chanwoo dari arah dapur, yang segera disahuti Hajin. “Ne, Eomma.”

“Sepertinya teh-nya akan lama. Kenapa tidak kau dandani dulu saja Shannon. Sebelum Oppa-mu pulang.”

“Siap, Eomma! Kajja, Eonnie.” Hajin mengandeng lenganku ke arah tangga.

“Kemana?”

“Ke kamarku. Ayo kita buat Chanwoo oppa terkejut!”

***

“Woah, cantik sekali!” ujar Eomma Chanwoo begitu aku menuruni tangga. Dia mengajungkan kedua jari jempolnya pada Hajin. Padahal hanya menghabiskan waktu selama 15 menit, tapi aku merasa berubah drastis. Hajin mengubah tatanan rambutku menjadi halus dan lurus, entah apa yang dia gunakan. Polesan peach blush on di kedua pipiku membuat wajahku lebih segar dari sebelumnya. Sedikit maskara bening, katanya untuk merapikan bulu mataku yang memang sudah lentik. Sebagai sentuhan terakhir dia mengulas bibirku dengan rose lip balm yang membuat bibirku menjadi merah alami. Yah, benar-benar tipikal natural make up. Seragam sekolahku telah bertransformasi menjadi sweater baby pink pas badanyang jika aku mengangkat sedikit tanganku maka perutku akan terlihatdan skinny denim berwarna putih. Ini semua bukan pakaianku melainkan pakaiannya Hajin. Aku sempat tidak percaya, pakaian yang biasa melekat di tubuh ramping itu bisa muat di badanku.

“Aku heran, kenapa Oppa menyebalkan itu bisa mendapatkan gadis secantik Shannon eonnie?” oceh Hajin begitu kami sedang menikmati secangkir teh di taman belakang. Kalian mau tahu? Rumah ini benar-benar hebat. Ternyata ada rumah dengan tampilan depan minimalis, bagian dalam klasik dan taman belakangnya di desain semacam pekarangan rumah Korea zaman dulu, dan itu adalah rumah Chanwoo. Suasananya benar-benar tenang dan damai, ditambah dengan keramahan para penghuninya. Mereka lebih pantas disebut keluarga bangsawan dibandingkan keluarga artis.

“Iya, Eomma tidak menyangka selera Oppa-mu benar-benar daebak, Hajin-ah,” timpal Eomma Chanwoo sambil menyeruput chamomile teanya. Wanita ini benar-benar mempesona. Dari caranya minum teh saja dia benar-benar anggun. Aku berpikir kalau mungkin saja berasal dari keluarga bangsawan. Omong-omong tentang nyonya Bae Joohyun, kalau bukan karena dia terkenalsehingga aku dapat membaca profilnya di internetmungkin aku akan mengira dia adalah kakaknya Chanwoo. Wanita secantik dia rasanya tidak cocok kalau disebut sudah berkepala empat.

Sayangnya momen bercengkrama kami terusik oleh suara deru motor yang baru saja datang. Eomma Chanwoo tersenyum kecil dan Hajin melompat dari kursinya. Sedangkan aku mengernyit bingung. Aku juga masih bingung saat Hajin segera berlari menuju pintu depan, tapi belum tuntas sampai tujuan, dia berbalik dan menarik tanganku. “Eonnie kenapa diam saja? Chanwoo oppa sudah datang. Ayo kita sambut.”

Mwo?! Tanpa sadar pandanganku langsung beralih pada pakaiankuyang sedari tadi membuat perutku sedikit kedinginan terkena angin sejuk di taman tadi. “Ani, Hajin-ah. Masa dengan pakaian seperti ini?” tolakku.

“Wae? Aku ‘kan mendandani Eonnie untuk Oppa.”

“Tapi…aku malu, Hajin-ah.”

“Tidak usah malu, Eonnie. Eonnie sudah sangat cantik, percaya padaku,” ujar Hajin meyakinkan. Sorot matanya…membuatku lemah. Sehingga akhirnya aku pasrah saat dia menarikku paksa menuju pintu depan. Kami sudah sampai di pintu depan dan aku terus menunduk. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana?

Nanti reaksi Chanwoo seperti apa ya?

.

Ceklek.

.

Hajin sudah membuka kunci pintunya. Dan aku menunduk di samping sambil berdoa dalam hati. Tinggal menarik pintunya dan Chanwoo akan masuk. Tenanglah, kalau aku terus menunduk aku tidak akan…apa-apa.

“Aku pul—

.

Ya Tuhan

.

Aku membuka mataku takut-takut. Sial Jung hajin! Dia mengangkat wajahku tepat saat pintu terbuka dan Chanwoo

“Selamat datang Oppa-ku!” ujar Hajin bersemangat. Dan kemudian dengan tanpa berdosanya

.

“Eomma, Oppa sudah datang!!”

.

dia berlari masuk meninggalkan kami berdua di ambang pintu yang masih terbuka.

Ugh, ekspresi Chanwoo. Aku tidak bisa mendeskripsikannya sama sekali.

.

.

.

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak bisa berpikir. Saat Chanwoo menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam. Tapi kami melewati ruang tamu dan mengarah ke tangga.

Kami akan kemana?

Kemudian Chanwoo berteriak pada Eomma-nya yang sedang berada di dapur.

“Eomma, Chanwoo dan Shannon ke kamar Chanwoo!”

MWO?! KAMAR CHANWOO???

Kami terus menaiki anak tangga hingga sampai di lantai dua. Chanwoo berbelok menuju ruangan di salah satu ujung lorong dengan tulisan ‘Chanwoo’ di pintunya. Aku masih terus mengikutinya dengan berbagai asumsi tertanam di otakku.

Ya! Memangnya untuk apa ke kamar Chanwoo?!

Setelah sampai, Chanwoo segera membuka pintunya, membawaku masuk, lalu menutup pintunya. Mataku membelalak saat Chanwoo mengunci pintunya dari dalam. Setelah itu dia berbalik dan menatapku tajam.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Chanwoo.

Aku menelan salivaku. “A-aku…mian Chan. Aku tidak tahu. Baru saja aku akan menghampirimu saat kau mengirimiku pesan tapi kemudian ada dua orang pria menghampiriku dan membawaku ke sini.”

Alis Chanwoo berjengit, “Dua pria?”

Aku mengangguk. “Maksudmu dua pria jangkung, yang satu berkulit cokelat dan yang satunya pucat?”

Aku menganggguk lagi. Chanwoo benar-benar menyebutkan tepat seperti ciri-ciri bodyguard tadi. Kemudia Chanwoo meremas rambutnya sendiri.

“Eomma. Ini pasti ulah Eomma,” ujarnya frustasi. “Tapi, bagaimana Eomma bisa tahu kau pacarku?”

Aku menggeleng ragu, “entahlah aku juga bingung.”

“Tapi aku pernah bertemu adikmu.”

Mata Chanwoo membelalak mendengar perkataanku, “Hajin? Kau pernah bertemu Hajin?”

Aku mengangguk lemah. Chanwoo terdiam, terihat seperti berpikir. “Ah, tas kertas itu. itu dari Hajin bukan?” tebaknya kemudian.

Aku mengangguk bersemangat. “Iya, itu dari Hajin.”

Chanwoo meng-oh-kan jawabanku. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya dan kemudian menatapku curiga. “W-wae?”

“Oh, tapi aku bersumpah. Aku tidak pernah mengatakannya pada Hajin. Dan itulah yang membuatku bingung kenapa mereka bisa tahu kita berpacaran.”

Chanwoo kembali mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang dia tak lagi menatapku curiga.

“Hei, tadi kau pulang dengan alasan tidak jelas. Lalu pesanku tidak kau balas. Aku berpikir apa kau diculik atau bagaimana,” ujar Chanwoo dengan mata memincing.

“Pesan? Aku tidak tahu kau mengirim pesan.” Aku merogoh saku celanaku dan meraih ponselku. Kubuka kunci sandi ponselku. “Memangnya kau kirim jam be

Aku merasakan deru nafas Chanwoo di telingaku…dan perasaanku tidak enak.

“Hei, bukankah …itu fotoku?”

Asdfghjkl@#$%^&*

KETAHUAN!!!!!!

“Ehm…ani…ini…foto…foto…s-sepupuku…”

“Sepupu?” Alis Chanwoo berjingkat satu. “Sepupumu pasti sangat tampan ya, sampai wajahnya mirip denganku,” ujar Chanwoo dengan nada pelan namun menusuk.

“C-chan…ini…”

“Berikan padaku!” Kini tangan Chanwoo maju hendak merebut ponsel di tanganku. Namun gerakanku jauh lebih gesit, aku sudah lebih dulu menyembunyikannya di belakang tubuhku.

Dan terjadilah pertengkaran-rebut-sembunyi-ponsel.

“Berikan!”

“Andwae!”

“Berikan!!”

“Andwae!!”

“Berikan!!!”

“Andwae!!!”

Kami sama-sama bersikukuh dalam posisi pertahanan kami. Chanwoo tidak mau mengalah, apalagi aku! Namun tetap saja Chanwoo adalah seorang laki-laki—ditambah tinggi badannya yang jauh tepaut tinggi daripadaku—dan aku hanya seorang gadis—yang lebih kerdil dibandingkan dia. Maka aku tidak bisa selamanya menahan beban tubuh Chanwoo yang tanpa sengaja merengkuhku. Posisi kami sekarang adalah wajah Chanwoo yang terlampau dekat sampai-sampai hidung kami sudah bersentuhan, dan kedua lengan besarnya mengalung ke arah belakang tubuhku. Kalau Chanwoo tidak menyerah, aku tidak tahu dapat bertahan berapa lama lagi?

“Baiklah simpan saja foto itu, tapi jangan salahkan aku.”

Mwo?

Apa maksudnya?

Tak lama setelah berkata seperti itu Chanwoo semakin mendekatkan wajahnya. Dan kalian sudah dapat mengirakan apa yang terjadi selanjutnya. Bibir itu menyentuh bibirku. Dalam hitungan detik, detak jantungku berdetak abnormal. Aliran darahku terasa mengalir langsung ke pipi, menciptakan semu merah yang mungkin tidak dapat disembunyikan blush on ku lagi. Napas memburu Chanwoo menerpa wajahku tanpa ampun. Aku pikir hanya sampai disitu, tapi hatiku memiliki perasaan tidak enak. Karena kemudian aku rasakan Chanwoo mulai melumat bibirku. Bagai tersengat listrik, seluruh saraf ditubuhku seakan mati rasa. Dan aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tubuhku melemas, alhasil kini kami terjatuh di kasur Chanwoo. Iya, kami. Aku dengan Chanwoo yang berada di atas tubuhku. Namun Chanwoo tidak benar-benar menindihku karena salah satu tangannya masih menahan tubuhnya dari samping. Tapi dia masih belum melepaskan pagutannya pada bibirku. Aku mulai tidak tahan karena lama-kelamaan aku mulai kekurangan oksigen. Aku mulai memukuli dada bidang Chanwoo. Mungkin Chanwoo merasakan hal yang sama sehingga kemudian dia menjauhkan tubuhnya.

“Dapat,” ujar Chanwoo sambil menunjukkan smirk nya. Aku hanya menatapnya bingung sambil mengatur nafasku. Dan kemudian aku menyadari sesuatu di tangan kirinya.

Ponselku.

“Ponselku!” Sontak aku bangkit terduduk. Namun aku terlambat, karena dengan cepat Chanwoo membuka aplikasi galeri dan menghapus semua foto yang kuambil saat dia tidur. Setelah itu dia tersenyum puas. Sial, senyumnya tampan sekali…membuatku jadi tidak ingin marah. Aku menghampirinya dan mengambil ponselku di tangannya. Aku mengecek galeriku dan…foto-foto itu benar-benar sudah tidak ada.

Dia berjalan ke arah kasurnya dan dengan santainya mendudukkan diri. Ugh, wajah menyebalkan itu masih tergambar di wajahnya. Dan itu diarahkan padaku. Baiklah, aku tidak masalah lagi soal foto itu. tapi caranya tadi keterlaluan ‘kan? Itu benar-benar membuatku malu.

Chanwoo baru pertama kali punya pacar? Heol. Itu sulit dipercaya.

Kalaupun itu benar, darimana dia bisa sejago itu dalam berciuman???

“Hei, lain kali jangan pakai lipstik. Rasanya jadi aneh,” ujar Chanwoo kemudian dia menjilat bibirnya.

Ya! Jinja!

Aku menghela nafas perlahan.

“YA! AKU TIDAK PAKAI LIPSTIK TAPI LIP BALM, BODOH! CK, LAGIPULA FOTOMU SUDAH KUCOPY KE LAPTOP!”

“Mwo?!”

.

Ceklek.

.

“Saatnya snacada apa dengan kalian?”

TBC

[Next]

[Prev]

 

2 komentar pada “Mr.Chu [Chapter 4]”

  1. ASDFGHJKL SEKALI CHAPTER YANG INIIII. AAAAAAGH XD

    Kayaknya aku gak kuat namatin ini dlm 1 hari deh. Kadar gula aku udh berlebih. Aku ini masih muda dan keturunan diabet /lah curhat/, spare me a healthy life :”)

    Sukak ini banget Taty ❤

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Ataliastep Batalkan balasan